Dolar AS Krisis Oleh : Farial Anwar Kejatuhan dolar AS tampaknya tidak terbendung lagi. Selama dua tahun terakhir nilainya terus menerus merosot tajam terhadap hampir semua mata uang kuat dunia lainnya. Nilai tukar euro terhadap dolar telah menembus level tertinggi sejak mata uang tersebut diluncurkan pada Januari 1999, yaitu pada akhir minggu lalu telah berada di 1.1837. Hal ini berarti bahwa dolar AS telah ambruk nilainya terhadap euro, mencapai level terendah selama empat tahun terakhir. Pound sterling menguat tajam terhadap dolar, dari 1.6100 pada akhir tahun lalu ke 1.6415. Terhadap Swiss franc nilai tukar dolar AS juga merosot ke 1.2891 minggu lalu dari 1.3817 akhir tahun lalu. Yen Jepang sempat menguat ke level 115 sebelum ditutup di level 116 pada akhir minggu lalu akibat diintervensi oleh Bank of Japan yang tidak menginginkan yen terlalu kuat karena dikhawatirkan akan mengganggu ekspor mereka. Buruknya kondisi perekonomian AS yang ditandai dengan tingginya pengangguran yang mencapai 6 persen, tingkat tertinggi selama delapan tahun terakhir; kemerosotan kepercayaan konsumen; dan defisit yang terjadi pada neraca perdagangan dan anggaran belanja negaranya memberikan sentimen negatif yang berkepanjangan terhadap dolar AS. Neraca perdagangan AS pada bulan Februari tahun ini mengalami defisit sebesar 40,3 miliar dolar karena nilai impornya jauh lebih besar daripada ekspornya. Ini merupakan defisit ketiga terbesar dalam beberapa bulan terakhir ini. Selain itu, anggaran belanja pemerintah juga mengalami defisit sebagai akibat dari lebih besar pengeluaran daripada penerimaannya. Defisit yang terjadi pada 2002 mencapai 158 miliar dolar setelah empat tahun sebelumnya mengalami surplus. Pemerintah AS memprojeksikan bahwa defisit anggaran akan terus terjadi sampai tahun 2007. Rendahnya suku bunga dan terus merosotnya nilai tukar dolar AS merupakan salah satu faktor yang membuat investor global tidak tertarik untuk berinvestasi di AS saat ini. Selain itu, berbagai skandal keuangan, sentimen negatif akibat perang Irak, dan ancaman teror yang menghantui AS telah mengakibatkan terjadinya capital flight 'pelatian modal' keluar AS dari para investor global untuk mencari tempat yang lebih aman dan memberikan keuntungan yang lebih baik, yang salah satu tujuan utamanya adalah negara-negara di Eropa yang tergabung dalam Euro. Keadaan ini berdampak berat terhadap perekonomian AS. Rekening gironya mengalami defisit cukup besar, mencapai rekor tertinggi sebesar 139 miliar dolar pada kuartal keempat tahun lalu. Kejatuhan nilai dolar AS dalam minggu terakhir ini juga dipicu oleh spekulasi investor global bahwa pemerintah AS tidak keberatan dan bahkan sengaja membiarkan nilai mata uangnya merosot untuk membantu memperbaiki kondisi ekonomi yang dari waktu ke waktu terus memburuk. Pernyataan Menteri Keuangan AS, John Snow, bahwa merosotnya dolar akan menolong ekspor AS itu telah membuat para pelaku pasar semakin agresif menjual dolar. Pernyataan itu dianggap oleh pelaku pasar bahwa era "strong dollar policy" yang selama ini dijalankan oleh AS telah berakhir dan nilai tukar dolar diperkirakan akan terus merosot dalam beberapa bulan ke depan. Namun, banyak analis yang tidak memercayai bahwa pemerintah AS sengaja memperlemah dolar AS. Kemerosotan yang terjadi selama dua tahun terakhir ini karena secara fundamental AS tidak lagi menarik sebagai tujuan investasi. Pemimpin Bank Sentral Eropa (ECB), Wim Duisenberg, yang mulai khawatir melihat penguatan euro terhadap dolar, mengimbau Menteri Keuangan AS, John Snow, agar AS mengambil tindakan untuk mengurangi defisit kembarnya. Dia menyebutkan bahwa defisit kembar yang terjadi saat ini akan mempercepat kejatuhan dolar dan juga akan mengganggu perekonomian dunia. Peningkatan permintaan investor global terhadap instrumen investasi yang ada di zona Euro telah mengangkat nilai tukar euro secara tajam terhadap dolar AS. Perkembangan ini mulai mengkhawatirkan beberapa negara anggota euro yang melihat bahwa penguatan euro akan mengganggu ekspor mereka. Diperkirakan bahwa Bank Sentral Eropa akan melakukan penurunan suku bunga untuk merangsang pertumbuhan ekonomi ke 12 negara anggotanya. Selain itu, ia juga untuk menolong para eksportir di sana. Pelaku pasar banyak yang memperkirakan bahwa krisis dolar AS masih akan terus berlangsung dan nilai tukar euro akan terus menguat menuju 1.20, level yang diperkirakan Bank Sentral Eropa akan melakukan tindakan pencegahan dengan melakukan intervensi karena khawatir akan dampak negatif dari nilai mata uangnya yang terlalu kuat terhadap perekonomian negara anggotanya. Penguatan Rupiah Terhadap rupiah, nilai tukar dolar AS juga mengalami penurunan yang signifikan. Meski terjadi konflik militer di Aceh, pada akhir minggu lalu rupiah terus menguat ke 8.273, titik tertinggi sepanjang 2003. Pelaku pasar valuta asing tampaknya tidak lagi terlalu sensitif terhadap masalah politik dan gangguan keamanan. Tragedi bom Bali dan aksi teror bom di Bandara Sukarno-Hatta tidak berdampak negatif terhadap kelangsungan penguatan nilai tukar rupiah. Adanya modal masuk dari modal jangka pendek yang diinvestasikan dalam portofolio, seperti pembelian surat utang negara, obligasi, reksadana, dan saham, di pasar modal merupakan salah satu penyebab penguatan rupiah masih terus berlangsung sampai dengan saat ini. Masuknya arus modal, baik dari investor asing, maupun investor lokal yang selama ini memarkir dananya di luar negeri telah memberikan pasokan dolar AS yang jauh lebih besar dari permintaannya. Rupiah diperkirakan akan terus menguat menembus 8.200 dengan target berikutnya, menuju 8.000 dengan melihat potensi masuknya modal yang masih akan terjadi. Pelaku pasar sedang menanti realisasi pembayaran saham Bank Danamon yang akan dilakukan konsorsium Asia Finance yang diperkirakan akan terjadi bulan depan yang akan menambah persediaan dolar AS ke pasar valuta asing. Hal lain yang dapat mendukung penguatan rupiah adalah rencana divestasi Bank Lippo dan BII yang akan dilakukan pada pertengahan tahun ini.